KEMBALI KEPADA PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA
Oleh: Dony Panggabean
Pandemi
covid-19 yang sudah mewabah sejak pertengahan Maret tahun ini berdampak kepada
seluruh aspek sosial dan ekonomi negara bahkan masyarakat. Kehidupan ekonomi
kian kemari kian memburuk. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan karena
di PHK dan ada juga yang dirumahkan. Pembatasan sosial berskala besar dan mikro
yang membatasi gerak dan relasi antar masyarakat. Hal ini juga berdampak kepada
pendidikan nasional yang mau tidak mau harus bermanuver agar tetap berjalan
dalam memenuhi pendidikan anak di berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal ini
sekolah dan guru adalah bagian penting yang menjadi pelaksanaan pendidikan.
Beberapa sekolah sudah mengambil kebijakan dengan memberlakukan pembelajaran
jarak jauh (PJJ) secara daring (dalam jaringan) dengan berbagai bentuk seperti
menggunakan aplikasi What’s up, aplikasi zoom, jitsi, lark meeting¸ dan
berbagai vicon lainnya serta aplikasi yang tergabung dalam Google for
Education. Namun, semua media penunjang tersebut bukanlah hal yang utama
yang perlu diperhatikan, namun gurulah sebagai “Ujung Tombak” suksesnya proses
pembelajaran. Apa sebenarnya yang harus guru perlu ketahui dan lakukan?
Di
tengah pandemi saat ini guru harus memahami kembali esensi dari pendidikan itu
sendiri. Mari kita kembali kepada konsep pendidikan yang dicetuskan oleh Bapak
Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara yang mulai diterapkan sejak berdirinya
Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Konsep pendidikan menurut Ki Hadjar
Deawantara adalah Ingarso Sungtulodo, Ingmadya Mangunkarso, Tut Wuri
Handayani. Hal ini senada dengan program yang dijalankan oleh bapak Menteri
Pendidikan Nadiem Anwar Makarim yaitu “Merdeka Belajar”.
Sejak
Taman Siswa berdiri, sistem pendidikan yang dijalankan adalah sistem “Among”.
Among sendiri berasal dari bahasa jawa yang artinya mengasuh, memelihara, atau
merawat. Jelas sekali bahwa guru mempunyai peran yang sama dengan orang tua. Tujuan
dari “Among” ini sendiri adalah untuk membentuk anak medeka lahir dan batin
berdasarkan asas kekeluargaan. Konsep “Among” sendiri memiliki 2 sendi utama
yaitu Kodrat Alam dan Kemerdekan.
Kodrat
Alam
Sendi
kodrat alam bertujuan agar anak merasakan ketentraman, kenyamanan dalam
kekeluargaan. Setiap anak yang dilahirkan sudah memiliki kodratnya sendiri
sehingga peran guru adalah menuntun kodrat yang ada pada diri anak agar anak
dapat bertumbuh dan berkembang sesuai kodratnya. Dalam hal ini guru diibaratkan
seorang “petani”. Seorang petani pasti akan mempersiapkan lahan untuk
menanam benih yang akan ditanam. Tentu saja petani harus membersihkan lahan
yang akan digunakan dari tanaman liar. Petani juga harus merawat tanamannya
dari tanaman pengganggu, memberi pupuk, menyirami sampai tanaman tersebut
menghasilkan buah. Jika benih yang ditanam adalah benih jagung maka buah yang
dihasilkan juga jagung dan tidak akan mungkin menjadi padi atau pepaya. Seperti
halnya anak didik mempunyai sifat atau karakter yang berbeda-beda, kepribadian
yang berbeda-beda, serta kemampuan, bakat, atau talenta yang berbeda-beda. Guru
tidak bisa menyamaratakan anak dan memaksakan kehendaknya kepada setiap anak. Guru
hanya menuntun anak agar mengembangkan talenta dan minat anak didik.
Pengertian
kodrat alam sendiri selalu maju selaras dengan kemjuan zaman. Apalagi konteks
zaman anak didik saat ini yang merupakan generasi abad 21. Generasi ini membuat
anak harus memiliki kecakapan abad 21 yang disebut dengan 4C yaitu Critical
Thinking, Collaboration, Creativity, Communication. Dalam hal ini setiap
anak tidak hanya dituntut pengetahuan tetapi juga keterampilan-keterampian
tertentu untuk berkembang dan maju. Jika anak maju dan berkembang maka akan menjadi anak yang berguna bagi dirinya, keluarganya,masyarakat,
bangsa dan negara.
Hal
lain yang tak kalah penting adalah kodrat anak bermain. Bermain bagi anak akan
menciptakan kebahagiaan dan kesenangan. Oleh karena itu, guru tidak berhak untuk
melarang anak bermain bahkan guru bisa menciptakan pembelajaran yang terkesan “bermain”
sehingga anak didik dapat menikmati pelajaran dengan gembira.
Kemerdekaan
Sendi
kemerdekaan ini sendiri menitikbertakan kepada kemerdekaan anak didik. Anak
didik punya hak sendiri untuk mengatur dirinya sendiri tanpa bergantung kepada
orang lain. Anak didik merdeka untuk mengeksplorasi dirinya untuk bisa
berkembang dan berguna dalam masyarakat. Namun bukan berarti anak didik bebas
melakukan apa saja tanpa batas sekehandak hatinya. Tetap ada batasan dan
pendisilpilan jika anak didik melakukan hal-hal yang negatif agar anak didik
bertumbuh kepada karakter yang baik. Oleh karena itu, sendi kemerdekaan ini
sendiri menyertakan penanaman budi pekerti kepada anak didik. Di dalam setiap
pembelajaran Pendidikan Budi Pekerti sangat penting untuk diterapkan. Guru
harus menjadi teladan dalam penanaman budi perkerti. Tujuan pendidikan budi
pekerti ini adalah agar anak didik memiliki kepribadian yang berbeda,
kepribadian bangsa Indonesia yang luhur sesuai dengan nilai-nilai
pancasila. Dalam hal ini guru adalah
teladan bagi anak didik. Menanamkan budi pekerti tanpa teladan dari guru akan
tidak mungkin terwujud.
Sebagai
guru ada beberapa hal yang dapat kita lakukan selaras dengan konsep pendidikan
Ki Hadjar Dewantara terkhusus masa pandemi covid-19 saat ini:
1) Identifikasilah
kondisi anak didik karena setiap anak didik memiliki latar belakang belakang,
wilayah tempat tinggal, serta masalah-masalah pada anak. Cari tahulah latar
belakang anak didik apakah anak didik tinggal bersama orang tua, bagaiamana
kondisi keluarga anak didik, bagaimana kondisi ekonomi keluarga anak didik,
bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal. Jika hal-hal tersebut kita ketahui,
maka guru akan tahu apa yang dilakukan kepada setiap anak. Mengetahui kondisi
anak dapat kita lakukan dengan melakukan kunjungan kepada anak. Jangan pernah
gengsi untuk berkunjung ke rumah anak didik. Di Tengah kondisi covid-19 ini
tetap mematuhi protokol kesehatan jika berkunjung ke tempat anak.
2).
Identifikasilah kemampuan kognisi anak didik serta kemampuan-kemampuan lainnya.
Jangan hanya terfokus pada kognisi tapi harus cari tahu kemampuan anak didik
yang lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan dalam bentuk tes
formatif atau dengan menanyakan kepada guru di kelas sebelumnya. Bisa juga
dengan mengobrol dengan anak untuk mengetahui kesukaan-kesukaan yang mengarah
kepada kemampuan anak tersebut.
3).
Susunlah pembelajaran dengan memperhatikan hasil identifikasi kondisi dan
kemampuan-kemampuan akan tersebut. Jangan paksakan satu metode untuk setiap
anak. Fasilitasi cara belajar anak yang berbeda-beda dengan metode yang
kreatif. Jika anak didik tidak mempunyai gawai atau laptop, jika memungkinkan
guru perlu merancang pembelajaran luring (luar jaringan) dengan membentuk
kelompok belajar yang pastinya tetap memperhatikan protokol kesehatan. Jika ada
anak yang sulit memahami pelajaran secara virtual lewat WA atau vicon,
berkomunikasilah dengan anak didik dengan meneleponnya untuk menolongnya di
luar pembelajaran yang sudah dilakukan.
4). Tetapkanlah
pencapaian pelajaran yang tidak terlalu tinggi karena apapun media yang
digunakan untuk PJJ tidak akan pernah berjalan dengan ideal. Oleh karena itu
sebagai guru tidak perlu menetapkan standar yang tinggi untuk mencapai
pembelajaran.
Dengan
demikian, apa yang diharapkan oleh Ki Hadjar Dewantara kepada anak didik kita
dapat kita lakukan dan anak didik dapat merasakan dan menikmati pendidikan
tanpa harus mengalami paksaan. Bapak ibu guru, tidak ada kesuksesan tanpa
pengorbanan. Berkorbanlah dalam segala sesuatu untuk anak didik kita agar kelak
mereka menjadi generasi maju dan membanggakan.