Tuesday, October 27, 2020

 

KEMBALI KEPADA PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

Oleh: Dony Panggabean

Pandemi covid-19 yang sudah mewabah sejak pertengahan Maret tahun ini berdampak kepada seluruh aspek sosial dan ekonomi negara bahkan masyarakat. Kehidupan ekonomi kian kemari kian memburuk. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan karena di PHK dan ada juga yang dirumahkan. Pembatasan sosial berskala besar dan mikro yang membatasi gerak dan relasi antar masyarakat. Hal ini juga berdampak kepada pendidikan nasional yang mau tidak mau harus bermanuver agar tetap berjalan dalam memenuhi pendidikan anak di berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal ini sekolah dan guru adalah bagian penting yang menjadi pelaksanaan pendidikan. Beberapa sekolah sudah mengambil kebijakan dengan memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring (dalam jaringan) dengan berbagai bentuk seperti menggunakan aplikasi What’s up, aplikasi zoom, jitsi, lark meeting¸ dan berbagai vicon lainnya serta aplikasi yang tergabung dalam Google for Education. Namun, semua media penunjang tersebut bukanlah hal yang utama yang perlu diperhatikan, namun gurulah sebagai “Ujung Tombak” suksesnya proses pembelajaran. Apa sebenarnya yang harus guru perlu ketahui dan lakukan?

Di tengah pandemi saat ini guru harus memahami kembali esensi dari pendidikan itu sendiri. Mari kita kembali kepada konsep pendidikan yang dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara yang mulai diterapkan sejak berdirinya Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Deawantara adalah Ingarso Sungtulodo, Ingmadya Mangunkarso, Tut Wuri Handayani. Hal ini senada dengan program yang dijalankan oleh bapak Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim yaitu “Merdeka Belajar”.

Sejak Taman Siswa berdiri, sistem pendidikan yang dijalankan adalah sistem “Among”. Among sendiri berasal dari bahasa jawa yang artinya mengasuh, memelihara, atau merawat. Jelas sekali bahwa guru mempunyai peran yang sama dengan orang tua. Tujuan dari “Among” ini sendiri adalah untuk membentuk anak medeka lahir dan batin berdasarkan asas kekeluargaan. Konsep “Among” sendiri memiliki 2 sendi utama yaitu Kodrat Alam dan Kemerdekan.

Kodrat Alam

Sendi kodrat alam bertujuan agar anak merasakan ketentraman, kenyamanan dalam kekeluargaan. Setiap anak yang dilahirkan sudah memiliki kodratnya sendiri sehingga peran guru adalah menuntun kodrat yang ada pada diri anak agar anak dapat bertumbuh dan berkembang sesuai kodratnya. Dalam hal ini guru diibaratkan seorang “petani”. Seorang petani pasti akan mempersiapkan lahan untuk menanam benih yang akan ditanam. Tentu saja petani harus membersihkan lahan yang akan digunakan dari tanaman liar. Petani juga harus merawat tanamannya dari tanaman pengganggu, memberi pupuk, menyirami sampai tanaman tersebut menghasilkan buah. Jika benih yang ditanam adalah benih jagung maka buah yang dihasilkan juga jagung dan tidak akan mungkin menjadi padi atau pepaya. Seperti halnya anak didik mempunyai sifat atau karakter yang berbeda-beda, kepribadian yang berbeda-beda, serta kemampuan, bakat, atau talenta yang berbeda-beda. Guru tidak bisa menyamaratakan anak dan memaksakan kehendaknya kepada setiap anak. Guru hanya menuntun anak agar mengembangkan talenta dan minat anak didik.

Pengertian kodrat alam sendiri selalu maju selaras dengan kemjuan zaman. Apalagi konteks zaman anak didik saat ini yang merupakan generasi abad 21. Generasi ini membuat anak harus memiliki kecakapan abad 21 yang disebut dengan 4C yaitu Critical Thinking, Collaboration, Creativity, Communication. Dalam hal ini setiap anak tidak hanya dituntut pengetahuan tetapi juga keterampilan-keterampian tertentu untuk berkembang dan maju. Jika anak maju dan berkembang maka akan menjadi anak yang berguna bagi dirinya, keluarganya,masyarakat, bangsa dan negara.

Hal lain yang tak kalah penting adalah kodrat anak bermain. Bermain bagi anak akan menciptakan kebahagiaan dan kesenangan. Oleh karena itu, guru tidak berhak untuk melarang anak bermain bahkan guru bisa menciptakan pembelajaran yang terkesan “bermain” sehingga anak didik dapat menikmati pelajaran dengan gembira.

Kemerdekaan

Sendi kemerdekaan ini sendiri menitikbertakan kepada kemerdekaan anak didik. Anak didik punya hak sendiri untuk mengatur dirinya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Anak didik merdeka untuk mengeksplorasi dirinya untuk bisa berkembang dan berguna dalam masyarakat. Namun bukan berarti anak didik bebas melakukan apa saja tanpa batas sekehandak hatinya. Tetap ada batasan dan pendisilpilan jika anak didik melakukan hal-hal yang negatif agar anak didik bertumbuh kepada karakter yang baik. Oleh karena itu, sendi kemerdekaan ini sendiri menyertakan penanaman budi pekerti kepada anak didik. Di dalam setiap pembelajaran Pendidikan Budi Pekerti sangat penting untuk diterapkan. Guru harus menjadi teladan dalam penanaman budi perkerti. Tujuan pendidikan budi pekerti ini adalah agar anak didik memiliki kepribadian yang berbeda, kepribadian bangsa Indonesia yang luhur sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Dalam hal ini guru adalah teladan bagi anak didik. Menanamkan budi pekerti tanpa teladan dari guru akan tidak mungkin terwujud.

Sebagai guru ada beberapa hal yang dapat kita lakukan selaras dengan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara terkhusus masa pandemi covid-19 saat ini:

1) Identifikasilah kondisi anak didik karena setiap anak didik memiliki latar belakang belakang, wilayah tempat tinggal, serta masalah-masalah pada anak. Cari tahulah latar belakang anak didik apakah anak didik tinggal bersama orang tua, bagaiamana kondisi keluarga anak didik, bagaimana kondisi ekonomi keluarga anak didik, bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal. Jika hal-hal tersebut kita ketahui, maka guru akan tahu apa yang dilakukan kepada setiap anak. Mengetahui kondisi anak dapat kita lakukan dengan melakukan kunjungan kepada anak. Jangan pernah gengsi untuk berkunjung ke rumah anak didik. Di Tengah kondisi covid-19 ini tetap mematuhi protokol kesehatan jika berkunjung ke tempat anak.

2). Identifikasilah kemampuan kognisi anak didik serta kemampuan-kemampuan lainnya. Jangan hanya terfokus pada kognisi tapi harus cari tahu kemampuan anak didik yang lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan dalam bentuk tes formatif atau dengan menanyakan kepada guru di kelas sebelumnya. Bisa juga dengan mengobrol dengan anak untuk mengetahui kesukaan-kesukaan yang mengarah kepada kemampuan anak tersebut.

3). Susunlah pembelajaran dengan memperhatikan hasil identifikasi kondisi dan kemampuan-kemampuan akan tersebut. Jangan paksakan satu metode untuk setiap anak. Fasilitasi cara belajar anak yang berbeda-beda dengan metode yang kreatif. Jika anak didik tidak mempunyai gawai atau laptop, jika memungkinkan guru perlu merancang pembelajaran luring (luar jaringan) dengan membentuk kelompok belajar yang pastinya tetap memperhatikan protokol kesehatan. Jika ada anak yang sulit memahami pelajaran secara virtual lewat WA atau vicon, berkomunikasilah dengan anak didik dengan meneleponnya untuk menolongnya di luar pembelajaran yang sudah dilakukan.

4). Tetapkanlah pencapaian pelajaran yang tidak terlalu tinggi karena apapun media yang digunakan untuk PJJ tidak akan pernah berjalan dengan ideal. Oleh karena itu sebagai guru tidak perlu menetapkan standar yang tinggi untuk mencapai pembelajaran.

Dengan demikian, apa yang diharapkan oleh Ki Hadjar Dewantara kepada anak didik kita dapat kita lakukan dan anak didik dapat merasakan dan menikmati pendidikan tanpa harus mengalami paksaan. Bapak ibu guru, tidak ada kesuksesan tanpa pengorbanan. Berkorbanlah dalam segala sesuatu untuk anak didik kita agar kelak mereka menjadi generasi maju dan membanggakan.

 

 

 

  KEMBALI KEPADA PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA Oleh: Dony Panggabean Pandemi covid-19 yang sudah mewabah sejak pertengahan Maret tahun ...